Sejenak Melepas Penat di Pantai Silalahi


Saya sebenarnya tidak terlalu tertarik untuk ikut dalam perjalanan kali ini. Selain karena jadwal keberangkatannya berbarengan dengan jadwal kuliah, kondisi kesehatan juga kurang baik. Namun bayangan bisa menghirup udara segar perbukitan membuat saya terhasut juga untuk mengunjungi salah satu pantai yang masih merupakan bagian dari kawasan pinggiran Danau Toba ini.

Saya dan keempat teman yang lain bertolak dari medan sekitar pukul sembilan pagi menuju Desa Silalahi, kecamatan Silalahi Sabungan di Kabupaten Dairi, sumatera Utara, tapi sebelumnya kami terlebih dahulu singgah di kebun jeruk seorang teman di Simpang Tiga Raja.

Cuaca agak berkabut hari itu, kami memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan makan siang di lokasi wisata Sipiso-piso karena hujan mulai turun di tengah perjalanan. Saat perjalanan dilanjutkan, hari sudah beranjak siang. Sekitar pukul dua siang rombongan kami memasuki kawasan Desa Silalahi. Di salah satu sisi mulai terlihat hamparan danau toba dari kejauhan. Semakin jauh mobil melaju, perbukitan terlihat semakin jelas. Bahkan batu-batuan yang berusia ratusan tahun terlihat bergelimpangan diantara sawah penduduk.

Menurut salah seorang teman yang ikut dalam rombongan kami, penduduk lokal masih banyak yang tidak memahami nilai usia batu-batuan itu. Namun sepertinya pemerintah mulai menaruh minat pada Desa Silalahi ini dan berencana menjadikannya salah satu lokasi geopark (taman bumi) yang merupakan salah satu aset wisata lokal.

Menurut masyarakat di Desa Silalahi, Desa ini awalnya adalah kerajaan yang dibangun oleh Raja Silalahisabungan. Itulah sebabnya terdapat sebuat tugu di pinggir jalan desa menuju Pantai Silalahi yang disebut Tugu Silalahi. Pada tugu ini terdapat relief yang menceritakan tentang kehidupan Raja Silalahisabungan, juga dijelaskan tentang seluruh silsilah pomparan (keturunan) Raja.

Pada tugu tersebut disebutkan bahwa Raja Silalahisabungan memiliki 2 istri yaitu, Pingganmatio Padangbatangari dan Siboru Nailing Boru Nairasaon dan memiliki delapan putra serta seorang putri. Hal inilah yang membuat kami tertarik untuk berhenti sejenak di Tugu Silalahi dan menikmati Relief indah yang terdapat pada tugu tersebut. Meski saat kami berkunjung tugu tengah mengalami pemugaran (pengecatan) namun hal ini tidak mengurangi kekaguman kami terhadap tradisi dan nilai budaya yang terdapat di Desa Silalahi ini.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, kami tiba di Pantai Silalahi menjelang sore. Cukup banyak kabut hari itu, sehingga perbukitan yang seharusnya terlihat dari batas pantai tidak tampak. Namun udara segar dan hamparan danau yang biru membuat hati terasa ringan dan sejenak kejenuhan menguap bersama angin.

Tidak seperti pantai kebanyakan yang merupakan bagian dari laut, Pantai Silalahi adalah bagian dari Danau Toba. Pantai ini juga sering disebut Tao Silalahi (Danau Silalahi) oleh warga setempat, tapi karena pinggiran danau yang memanjang hampir mencapai 28 km dan terlihat seperti pantai, maka pengunjung lebih mengenal tempat ini dengan sebutan Pantai Silalahi.

Pada bulan-bulan tertentu (Juni-Juli) angin bertiup sangat kencang hingga menimbulkan ombak yang cukup besar. Hal ini juga menjadi perhatian pemerintah, sehingga pemerintah mencanangkan untuk menjadikan Pantai Silalahi sebagai lokasi alternatif untuk olahraga air. Selain itu, di pantai ini juga terdapat Palung terdalam di dunia (jaraknya mencapai 905 m).


Pantai Silalahi dengan potensi wisata budaya dan geopark yang patut mendapat perhatian, bukan tidak mungkin dua hingga tiga tahun mendatang Desa yang begitu damai ini dapat menjadi destinasi utama bagi wisatawan yang ingin sejenak melarikan diri dari kepenatan kota besar.
______________
Tulisan ini pernah dipublikasikan di majalah lovely Magazine

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rumah Kenangan

LEWAT TENGAH MALAM

Napak Tilas Menulis Blog