Seberkas Senja Di Mata Tua
Pagi yang sangat biasa, diawali hunusan matahari yang menebas belantara kabut sisa semalam. Seorang tua telah terjaga cukup lama dari tidurnya, membereskan kasur yang isinya bukan kapuk melainkan perca-perca goni yang dipungutinya dari tempat pembuangan pabrik tepung, tiga kilometer dari rumahnya. Dengan tangan yang gemetar, pria kurus kerempeng itu menyiapkan sarapan istimewanya, segelas teh hangat tanpa gula dan kue rasidah yang juga tanpa gula. Dia bukan takut diabetesnya kumat atau kadar kolesterolnya meningkat, toh dia tak pernah ke rumah sakit meski paru-parunya tak lagi sehat. Dia hanya tak punya uang untuk segenggam gula. Upah membajak sawah semalam hanya cukup ditukarkan tepung roti dan segenggam bawang merah. Apalagi hari ini dia harus absen mencumbui padi-padi milik juragan haji. Meski dia sudah bersikeras, toh juragan tetap maghfum dengan maklumat kepala desa yang mengharuskan seluruh kegiatan kampung di nonaktifkan selama sehari penuh untuk keperluan pen