Tapanuli Utara (1) - Keindahan Berbalut Budaya


Nginep di guest house model begini, siapa bisa nolak coba?

Berawal dari ajakan seorang teman untuk melewatkan liburan yang tidak biasa, saya memutuskan untuk menerima tawaran liburan berkelompok sambil menikmati udara sejuk, hamparan danau dan kabut, melarikan diri sejenak dari sumpeknya kota Medan. Sejujurnya saya sudah lama tidak liburan rame-rame, biasanya hanya sendiri atau berdua saja dengan travel mate yang saya anggap seru dan  nggak ribet. Namun kali ini saya mencoba peruntungan baru, tempat baru, teman seperjalanan yang  juga didominasi wajah-wajah baru.

Bermaksud untuk mengefisienkan waktu, kami memutuskan untuk bertolak dari medan pukul 10 malam, namun apa daya hujan mendera sejak sore. Jadilah waktu menunggu hujan mereda dijadikan ajang mengobrol dan kenalan, mumpung banyak juga ternyata diantara kami yang juga baru bertemu untuk pertama kali. 

Hampir tengah malam, perjalanan dimulai meskipun masih ditemani gerimis kecil yang memberi sengatan gigil di kulit. Kejutan pertama memberi suntikan semangat pada saya saat teman-teman seperjalanan mulai berkicau dan sibuk mengabadikan momen keberangkatan dengan cara yang menarik. Sebelum berangkat, saya sudah tahu bahwa saya akan bepergian bersama teman-teman yang berprofesi sebagai vloger, youtuber, blogger dan instagramer, namun saya tidak berani membayangkan apa yang akan saya alami bersama mereka... hehehhehe.

Dan ternyata, keseruan dan kehebohan sepanjang perjalanan mampu mengusir jenuh dan bosan terkurung dalam mobil selama hampir delapan jam perjalanan. 

Muara, Tapanuli Utara adalah tujuan akhir perjalanan yang lumayan panjang ini. Bukan destinasi yang biasa, namun lumayan memantik rasa penasaran. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Desa Bintangpariama, Silali Torua yang sangat dekat dengan Pulau Sibandang yang konon kabarnya dihuni oleh pengrajin-pengrajin ulos Tapanuli Utara.

Keluar dari homestay langsung disambut pemandangan model begini, siapa yang sanggup bosan coba?

Desa Bintangpariama ini sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan desa-desa lain pada umumnya. Penduduknya didominai oleh petani yang menyebabkan sawah dan ladang menjadi hal yang biasa berdampingan dengan rumah penduduk. Namun bukan berarti tidak ada yang menarik, mengingat desa ini berada tepat diantara lereng-lereng gunung dan masih berbatasan dengan Danau Toba yang terkenal. Disamping masyarakatnya yang sangat ramah dan menyenangkan, saya juga melihat potensi wisata yang masih bisa dikembangkan di tempat ini. 

Ya, Benar, yang saya maksud adalah wisata agro. Jika teman-teman datang ke sini, teman-teman juga mungkin berpendapat sama seperti saya. Mungkin hanya segelintir dari kita yang tertarik untuk serius menekuni profesi sebagai petani dan berkebun, namun saya bisa jamin bahwa sebagian besar dari kita tidak akan menolak sensasi berseru ria mencoba memanen dan berlumpur disawah selama sehari. Menyaksikan padi-padi menguning seumpama emas yang bergerombol di bibir danau, atau memandang dari dekat cabai-cabai merah dan tomat-tomat gemuk bergerombol di tangkai - tangkainya yang melengkung. Belum lagi sensasi menyenangkan wajah diterpa angin saat bersepeda menyusuri jalan-jalan setapak yang dibingkai sempurna oleh birunya langit, danau dan hamparan hijau semak perdu di kiri dan kanannya.

Jalan setapak dari homestay Desa Bintangpariama menuju jalan besar. Dibonceng sepedaan di sini romantis kali yak.. (yang iya nya yang bonceng engap boncengin saya heheheh)

Selama menyusuri jalan-jalan setapak Desa Bintangpariama, Silali Torua, kami ditemani penduduk setempat, seorang Bapak bermarga Siregar yang bertutur bahwa Desa yang saat ini kami kunjungi adalah Desa yang turun-temurun generasi ke generasi bercocok tanam sebagai sumber utama mata pencaharian. Namun mereka sangat antusias ketika desa mereka ditunjuk sebagai desa yang akan dikembangkan sebagai tempat tempat tinggal alternatif bagi wisatawan (homestay). Mereka sangat lugas menjawab tiap-tiap pertanyaan yang kami ajukan, memaparkan silsilah marga Siregar dan menunjukkan tugu/prasasti marga Siregar yang letaknya bersebrangan dengan Desa. Tugu terebut tampat seperti tonggak yang menjulang tegar dari tempat saya berpijak.

Saya berasumsi bahwa Desa Bintangpariama akan memancarkan pesonanya tersendiri jika dipoles dengan serius oleh pemerintah daerah setempat. Dengan menitikberatkan pada potensi agro wisata yang memiliki aset keindahan alam yang melimpah ruah ditambah nilai-nilai dan tradisi budaya lokal yang dapat diceritakan oleh penduduk setempat selama berkunjung ke tempat ini, Bintangpariama bisa saja bersaing dengan tempat-tempat wisata yang sudah lebih dahulu populer seperti Tomok dan Samosir. 

Homestay yang wujudnya seperti rumah adat batak ini sehari-harinya adalah pemukiman warga yang disulap menjadi homestay bagi wisatawan. Bayangin kita santai-santai di depan rumah sambil dengerin cerita - cerita menarik tentang budaya dan adat istiadat batak. menarik banget kan?

Oh ya, Lokasi-lokasi di Tapanuli Utara juga sudah mudah diakses karena Bandara Silangit sudah resmi dibuka untuk umum dan jarak dari Bandara ke Homestay Desa Bintangpariama hanya 20 menit berkendara santai. Jadi buat teman-teman yang berniat membuktikan sendiri keseruan dan kenyamanan bermalam di Bintangpariama, bisa pilih metode perjalan apa saja yang paling disukai. Bisa berkendara lumayan lama bareng teman-teman satu genk dan seru-seruan sepanjang perjalanan, atau bisa juga terbang sekejap dan mendarat di bandara silangit dan menikmati perjalanan yang lebih santai dan nyaman.






Comments

  1. Selama ini kebanyakan orang taunya Danau Toba ya Parapat dan Samosir ya kan. Ternyata ada sisi lain yang nggak kalah kece untuk dikunjungi, salah satunya ya muara ini. Ada homestay nya pula, mesti dicoba :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rumah Kenangan

LEWAT TENGAH MALAM

Napak Tilas Menulis Blog