AIR TERJUN ‘17 TINGKAT’ SANGKAPANE (Kuala Simpang – Aceh Tamiang)

Berawal dari cerita seorang kawan bernama Putra yang berasal dari Bandar Pusaka, Aceh Tamiang tentang air terjun bertingkat-tingkat yang bisa kita susuri hingga tingkat teratasnya. Saya dan kelima sahabat yang tertarik untuk membuktikan cerita itu memutuskan untuk tracking ke tempat tersebut yang biasa disebut Air Terjun Sangkapane oleh penduduk setempat.
Kami berenam bertolak dari stasiun Pinang Baris menuju Kuala Simpang menggunakan bus. Tapi perjalanan masih panjang, setelah berkendara selama lebih dari dua jam, kami kembali melanjutkan perjalanan dari Kuala simpang menuju Bandar Pusaka. Kali ini Putra sudah menyertai kami, dia langsung menjemput saat kami memberi kabar bahwa rombongan sudah tiba di Kuala Simpang.
Setelah melepas penat sejenak di kediaman Putra, kami kembali melanjutkan perjalanan menggunakan truk engkel. Kali ini rombungan sudah bertambah banyak, karena teman-teman putra yang sudah lebih sering mendatangi air terjun Sangkapane bersedia untuk ikut dan menjadi pemandu.
Tidak butuh waktu lama, rumah-rumah penduduk yang kami lewati sudah berganti pohon-pohon sawit. Jalan yang awalnya lurus, mulai berkelok dan tidak rata. Setelah satu jam terguncang-guncang di dalam bak truk, perjalan harus dihentikan karena jalan yang dilalui sudah sangat becek dan berlubang. Kamipun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Untuk sampai di Air Terjun Sangkapane, kami harus menyusuri sungai yang berada di dalam hutan di lereng gunung. Perjalanan tidak bisa dibilang mudah, tapi karena rasa penasaran yang besar dan rombongan yang lumayan ceria, saya merasa cukup nyaman melewati perjalan ini.
Dua Jam perjalanan dengan baju basah dan sesekali menemukan kotoran gajah, kami akhirnya tiba di tingkat pertama air terjun sangkapane tersebut. Saya berucap syukur dan subhanallah sebelum akhirnya larut dalam euphoria melihat pemandangan yang sungguh indah tersebut. Tidak menunggu waktu lama, kami menapaki batu-batu untuk merengsek naik menuju tingkat kedua.
Sebagian rombongan, terutama yang sudah berkali-kali ke tempat ini, memutuskan untuk menunggu ditingkat pertama. Namun saya dan kawan-kawan dari medan masih sangat antusias bisa berdiri di tingkat teratas air terjun. Tapi stamina yang sudah terkuras diawal perjalanan hanya mampu membawa kami hingga separuh jalan. Kami menyerah di tingkat kesepuluh dan memutuskan untuk mengabadikan keberadaan kami di tempat itu dengan berfoto.
Sebelum kembali menyusuri sungai untuk pulang, kawan-kawan dari Aceh Tamiang menawari kami makan ikan pancing yang kami sambut dengan antusias. Mereka menyiapkan tombak dan kail lalu duduk dibatu ceper yang terletak dimuara tingkat pertama air terjun. Beberapa orang yang lebih berani, malah menceburkan diri ke air dan mulai menombaki ikan. Meski ikan yang berhasil ditangkap ukurannya relative kecil, namun rasanya sangat manis. Apalagi kami menikmatinya diantara gemericik suara air yang menghantam batu, gesekan daun yang di goyangkan angin dan pakaian lembab.
Sambil menikmati santapan, putra bercerita tentang gajah dan harimau yang sesekali masih terlihat di hutan ini. Meski begitu, hewan-hewan liar itu lebih senang berada jauh di perut hutan dan tidak akan menghiraukan manusia jika tidak diganggu lebih dulu. Meskipun saya tertantang untuk melihat hewan-hewan itu dari dekat, tapi saya merasa agak bersyukur juga tidak berpapasan dengan mereka selama perjalanan ini.
Meskipun saya sempat keseleo dan basah kuyup selama perjalanan, tapi menurut saya itu harga yang pas untuk menikmati keindahan alam yang masih sangat alami. Putra dan kawan-kawannya yang menamakan diri mereka sangkapane green institute bercita-cita untuk mengembangkan dan memperkenalkan objek wisata yang ada di Aceh Tamiang. Dan saya sangat mendukung hal itu, karena dengan akses transportasi dan akomodasi yang lebih baik, tempat wisata seperti Air Terjun Sangkapane tentu akan menjadi pilihan wisata yang bukan hanya akan menghilangkan jenuh namun juga membangkitkan gairah hidup dan rasa syukur atas kehidupan yang kita miliki.

________

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Lovely Holiday 

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Kenangan

Napak Tilas Menulis Blog

Tak Mampu Berpaling dari Makanan Enak dan Segala yang Lucu