Hallyu Wave Terkait Budaya dan Karakter Anak Muda (Sekedar Opini)

Hallyu Wave atau jika kita indonesiakan maknanya menjadi gelombang Hallyu –hallyu sendiri mengacu pada budaya korea–. Nah umumnya di Indonesia, hallyu wave ini diartikan bebas menjadi upaya penyebaran budaya korea melalui dunia entertain, baik itu film, drama dan musik.

Di Indonesia sendiri, Hallyu Wave ini kerap menjadi kontroversi. Sebagian orang merasa bahwa masuknya budaya lain (korea) dapat mengikis kepedulian bangsa Indonesia terhadap budayanya sendiri. Sebagian teman dekat saya bahkan mengolok-olok bahwa idol korea hanya menjual tampang, sering lypsinc di panggung dan hanya bisa mengumbar gerakan tubuh yang erotis.

Padahal, jika saya telaah lebih dalam, fenomena Hallyu wave ini dapat menjadi cerminan bagi Negara-negara lain yang berniat untuk merubah posisi dari Negara berkembang menjadi Negara maju.

Menurut pandangan saya, korea tidak serta-merta sukses menempatkan dunia industri musik dan film mereka tanpa perencanaan yang matang. Sudah sejak awal tahun 2000an, korea memperkenalkan industri entertain mereka, namun gelombang dahsyat terjadi justru di awal tahun 2009. Bukankah ini menunjukkan kerja keras dan semangat pantang menyerah yang dimiliki si artis dan manajemen yang menaungi mereka?

Pemerintah korea juga cukup cerdas menyikapi fenomena ini. Mereka memasukkan unsur-unsur budaya korea (misalnya makanan, hanbok, tempat wisata dsb) ke dalam cuplikan drama maupun video musik yang mereka rilis. Hingga perlahan-lahan penonton memahami dan terbiasa dengan budaya yang mereka miliki. Lihat saja, siapa yang tidak mengetahui pulau jeju, Bulgogi, Hanbok, Pulau Nami, kimchi dan kimbab. Nama-nama itu sama terkenalnya dengan nama Super Junior, CN Blue, Ft Island, lee min ho, yo seung ho dan artis-artis papan atas korea lainnya.

Mengapa? Karena dalam tayangan drama dan film bahkan reality show, seringkali si artis terlihat tengah menikmati makanan-makanan itu dengan dengan rasa puas yang mendalam. Bahkan beberapa artis dipercaya untuk mengendorse tempat wisata, duta makanan dan sebagainya.

Nah, untuk bintang hallyunya pun tidak sembarang comot dan sembarang ganteng. Kita pasti sering mendengar istilah trainee, nah si artis ini sebelum di orbitkan akan diseleksi terlebih dahulu, setelah itu mereka akan menjalani masa-masa trainee. Pada masa- masa ini, tidak semua member yang ditrainee akan didebutkan dan masa traine itu tidak pernah ada yang pasti (ada yang setahun, dua tahun bahkan, tapi ada juga yang hanya beberapa bulan) tergantung kemampuan si artis yang bersangkutan. 

Dengan pengorbanan dan upaya seperti itulah, bisnis entertain korea merengsek dan mulai mendominasi perhatian dunia. Menurut saya korea Negara yang sangat cerdas. Jika kita telaah lebih lanjut, apakah keistimewaan yang dimiliki oleh korea? Apakah korea memiliki sumber mineral yang dapat dijadikan lahan pertambangan? Apakah korea memiliki tanah yang cukup subur dan luas untuk diolah menjadi industry pertanianan perkebunan? Apakah korea memilki destinasi wisata seperti green canyon, kastil-kastil yang megah seperti di inggris dan hutan hujan tropis dan pegunungan yang menantang seperti di Indonesia?
Jawabannya tidak.

Namun korea melihat adanya peluang dan mereka minciptakannya, membangunnya sedemikian rupa sehingga menjadi pondasi yang cukup kuat, perlahan-lahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan sehingga kita menganggap budaya yang mereka sampaikan adalah juga menjadi bagian dari budaya kita sendiri. Sangat cerdas.

Hallyu wave sudah menyebar secara menyeluruh di Indonesia. Siapa yang tidak kenal super junior, A pink, running man, full house bahkan kita mengenal silsilah pemerintahan monarki mereka melalui drama King Two Heart.

Saya pernah berdebat dengan seorang sahabat perkara hallyu wave ini. Mereka bersikeras bahwa
kegandrungan saya terhadap artis korea dan budayanya adalah manifestasi dari kegagalan saya mempertahankan jati diri saya sebagai bangsa Indonesia hingga akhirnya mereka mengatakan bahwa karakter saya telah terdegradasi dan nantinya akan muncul remajang memiliki kepribadian seperti saya yang lebih mengenal pulau jeju dari pada Pulau Mursala, gangnam daripada sunda kelapa, kimbab daripada rendang, kimchi daripada soto dan lee min ho dari pada Jendral Sudirman. Dan dia juga berpendapat bahwa generasi seperti ini akan menjadi generasi yang tidak bisa diandalkan dan sepenuhnya bertransformaasi menjadi masyarakat hedonis dan materialistis.

Saat itu saya tidak ingin membalas perkataannya secara langsung, karena saya menghargai setiap orang berhak memiliki pendapat. Namun saya akhirnya mengajak seorang teman untuk membuktikan teori saya mengenai perbedaan pola fikir yang kita tanamkan, karena apa yang disampaikannya bisa saja benar jika dilihat dari sudut pandang yang negatif. Kami lantas sering mengadakan gathering dengan teman-teman yang memiliki ketertarikan yang sama terhadap budaya korea. Lantas kami berupaya untuk mewujudkan suatu pertunjukan yang dapat menduetkan/mencampurkan dua budaya yang kami cintai, korea-indonesia.

Dan terbukti, remaja-remaja yang menggandrungi kpop bukanlah orang-orang yang bodoh. Mereka cerdas dan imaginatif. Mereka merespon niat itu dengan sangat baik. Meskipun pertunjukan budaya itu belum terlaksana, namun diskusi yang sering kami lakukan membawa saya pada satu buah kesimpulan, bahwa masukknya suatu budaya asing tidak boleh dijadikan momok, karena bagaimanapun dunia ini berputar dengan sangat cepat. Kita tidak akan kuat hanya dengan kekuatan sendiri, budaya lain dapat kita kombinasikan, kita senergikan sehingga kita tidak tertinggal, namun dapat bersama-sama maju menjadi sebuah Negara yang berpikiran terbuka terhadap perubahan.  

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Kenangan

Napak Tilas Menulis Blog

Tak Mampu Berpaling dari Makanan Enak dan Segala yang Lucu