Pilih Realistis atau Idealis ??


Berawal dari ajakan seorang teman untuk ngebandrek, obrolanpun mengalir ngalor ngidul *kami berdua memang punya penyakit susah berhenti kalau sudah ketemu dan ngobrol* mulai dari ngomongin kerjaan, kontrakan, kuliahan, hal-hal yang ada disekitar kita, sampai akhirnya obrolan beralih pada topik yang agak serius 'pasangan dan masa depan'.

Nah, kami berdua punya satu kesamaan saat ini dan mungkin juga dialami sama semua perempuan indonesia yang usianya udah hampir-hampir kepala tiga, pertanyaan seputar "Kapan menikah?" dan sejenisnya.

Lantas apa hubungannya dengan judul yang saya pilih?

Tentu saja ada hubungannya dan itu menyangkut jawaban yang kami lontarkan malam itu. Jujur saja, saya termasuk tipikal yang suka sekali menggampangkan segala hal. Misalnya saya ditanya tentang siapa saya dua tahun mendatang? Maka jawaban yang mungkin muncul adalah perempuan 28 tahun.

Hanya itu?

Iya cuma itu, kan dua tahun lagi belum terjadi dan nggak ada siapapun yang tahu apa yang akan terjadi. Sesederhana itu dan sesimpel itu cara saya berfikir dan bertindak. Disaat orang lain punya mimpi yang sangat besar, saya hanya ingin menjalani hidup dan mencoba tetap bahagia.

Saya pesimis? Saya nggak punya ambisi?

Bukan. Tapi dulu saya pernah menjadi pibadi yang sangat ambisius. Semua serba direncanakan dan ada tenggat waktu untuk mencapai sebuah tujuan. Tapi saat segala sesuatu tidak terjadi seperti yang direncanakan, maka hasilnya adalah sakit hati. Dan sejak itu saya mulai menikmati saja kejutan-kejutan kecil yang saya peroleh setiap hari.

Nah balik lagi ke perkara obrolan saya dikala bandrekan. Saya dan teman akhirnya saling bertanya tentang pertanyaan yang sama "Apakah kau akan nikah tahun depan? Apa nikahnya bakalan sama ....?" *saya terpaksa menyensor kalimat demi privasi bersama. Eaakk..*

Dan jawaban kami berdua malam itulah yang akhirnya memunculkan istilah Realistis dan Idealis. Jawaban saya sangat realistis dan menggampangkan saja, segala sesuatunya tergantung pada takdir. "Lihat entar." menjadi kata pamungkas untuk semua persepsi dan segala kemungkinan.

Sedangkan sahabat saya malah lain, dia tahu apa yang dia inginkan sehingga dia takut jika dia mengambil keputusan yang salah, maka hidupnya tidak akan seperti yang dia bayangkan.

Namun ada yang membuat kami tergelak. Kedua jawaban itu akhirnya bermuara pada satu pertanyaan lain "Apakah kami sudah siap menikah?"

Tulisan ini hanyalah satu buah pengingat dan penanda, bagi saya dan mungkin bagi wanita-wanita lain. Apapun pilihan kita, bagaimanapun cara kita memandang pernikahan, semoga kita tidak memutuskan untuk mengakhiri masa lajang hanya karena desakan keluarga dan pertambahan usia. Meskipun pada beberapa kasus, hal tersebut tidak dapat terelakkan. Bahkan untuk orang-orang serealistis saya ataupun seidealis teman saya....

Comments

  1. pertanyaan tentang 'kapan' ini sepertinya emang ngefek banget ya. entah itu tentang kapan nikah, kapan wisuda, kapan punya anak. kadang jadi mikir juga, itu pertanyaan bentuk kepedulian atau sekedar kepo, bedanya tipis sih :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

LEWAT TENGAH MALAM

Tak Mampu Berpaling dari Makanan Enak dan Segala yang Lucu

Rumah Kenangan