Saya, Cemara Asri dan Senja yang Absurd

Itu yang putih kecil-kecil bukan kapas ya, sebenernya itu bangau :D

Duduk selonjoran memandang rumput dan kubangan, 
di kiri dan kanan banyak  pasangan yang mungkin sedang pacaran  
dan sekelompok anak berlarian ditemani orang tua mereka yang sedang tidur-tiduran. 
Pengalaman seperti itulah yang akan teman-teman alami jika menikmati sore hari di taman berukuran mini berbentuk bundar yang berada di dalam kompleks perumahan cemara asri.
 
Ya, Cemara Asri memang terkenal dengan ratusan ekor burung bangau 
yang menjadi daya tarik utama pengunjung. Namun ada banyak hal lain yang 
tidak kalah menarik yang bisa diamati, salah satunya ya taman ini. 

Selain itu, kita juga bisa memberi makan ikan mas yang selalu tampak lapar, 
memperhatikan ular-ular sawah yang selalu tidur di dalam kandang, 
bahkan memngamati para pengunjung yang beraneka ragam.

Yah, Cemara Asri memang layak dijadikan tempat berlibur diakhir pekan, 
mengingat minimnya area publik yang ada di Medan. Selain tidak ada biaya retribusi 
untuk memasuki tempat ini, di Cemara Asri kita juga bisa memanjakan lidah 
dengan berwisata kuliner. Hampir semua jenis makanan tersedia, mulai dari yang mengandung protein hingga karbohidrat, yang jajanan pinggir jalan atau sekelas resto, semua ada.

Tapi terkadang, ada dua hal yang membuat saya bertanya tiap kali pelesiran ke tempat ini. 
Pertama, tiap kali ke Cemara Asri, saya serasa memasuki kota lain. 
Sebuah daerah yang bukan bagian dari medan, ecek-eceknya sebuah peradaban sendiri lah. 
Kenapa? Karena semua aspek yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kota, ada di tempat ini.

Namanya kompleks perumahan, masyarakatnya jelas ada donk. 
Nah masyarakat butuh makan kan? Tempat makan sudah pasti berserakan, tinggal pilih. 
Lalu aspek pendidikan? Pasti ada juga. Bahkan untuk konsultasi kesehatan dan kebugaran juga ada. 
Nah lho? Tinggal pilih peminpin aja, jadi kota di dalam kota lah tempat ini :D

Hal kedua yang saya pertanyakan adalah “siapa pengembang/developer Cemara Asri ini?” 
Konsep berbisnisnya luar biasa gila. Memanfaatkan letak geografis 
menjadi bahan jualan paling paten, bahkan tanpa modal yang terlalu besar.

Katakanlah saat membangun komples perumahan ini, 
pihak pengembang mulai menyadari bahwa daerah yang dibangunnya adalah jalur lalu lintas 
burung bangau dan berbagai jenis burung lain. Namanya juga jalur lintas, 
terkadang ditengah perjalanan si bangau akan transit terlebih dulu jika lelah. 
Nah, melihat opurtunity ini, pihak pengembang lantas membuatkan semacam kolam buatan 
agar para-bangau dan saudara-saudaranya lebih nyaman untuk singgah. 

Sama seperti efek domino yang berlaku pada proses transmigrasi, 
bangau yang melakukan ekspedisi mulai kembali dengan membawa keluarga dan tetangga. 
Dengan bertambahnya peminat, diperbesarlah kolam buatan untuk menampung lebih banyak pendatang.

Agar para bangau yang bermigrasi tidak kekurangan makanan, 
mungkin para pengembang ini melepaskan bibit ikan mas dan ikan lele ke dalam kolam buatan. 
Namanya juga makhluk hidup yang tidak mengenal program KB, para ikan ini pasti 
berkembang biak sesuka hati hingga terbentuklah ekosistem baru 
yang menarik banyak pengunjung seperti saya untuk datang dan menikmati teater alam 
yang pelakon utamanya adalah ribuaan burung bangau, ratusan ikan mas dan lele dumbo, 
segelintir burung belibis, puluhan kura-kura air payau dan beberapa ekor ular sawah.

Hebatnya, ekosistem ini bertumbuh dengan sendirinya. Hanya perlu diawasi dan 
tidak butuh modal yang terlalu besar namun berdampak sangat luar biasa bagi bisnis. 
Bayangkan, setelah pembuatan  kolam untuk komunitas burung dan menyebar bibit ikan,
 pengembang hanya perlu mengawasi proses terbentuknya ekosistem bagi hewan. 

Saat ekosistem sudah terbentuk, pengembang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memberi 
makan hewan-hewan. Polanya seperti ini, pengunjung membeli pelet untuk memberi makan ikan – 
ikan dimakan burung – burung dimakan ular – ular ditangkap dan dikerangkeng sebagai bahan tontonan untuk pengunjung. Namun para hewan ini mendatangkan banyak pengunjung, dan membuat para investor berlomba-lomba menyewa ruko dan bangunan semi permanen lain untuk dijadikan lokasi bisnis.

Luar biasa kan?
Ya, Luar biasa otak saya yang berfikir hingga seabsurd itu.
Sebelum saya melantur tambah parah, lebih baik saya akhiri saja.
Wassalam.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Kenangan

Napak Tilas Menulis Blog

Tak Mampu Berpaling dari Makanan Enak dan Segala yang Lucu